Berikut beberapa latihan-latihan stoic agar kita lebih baik dalam menghadapi serta menjalani hidup yang sebenarnya sudah indah dan menyenangkan.
1.Latihan Sengsara
Seneca, yang menikmati kekayaan luar biasa sebagai penasihat Nero, menyarankan agar kita menyisihkan sejumlah hari tertentu setiap bulan untuk berlatih menjadi miskin.
“Dalam masa-masa nyaman dan aman itulah jiwa hendaknya mempersiapkan diri untuk masa-masa sulit; sementara keberuntungan datang membantu pada saat itulah saatnya kita lebih kuat menolaknya. “
-Seneca
Ambil sedikit makanan, kenakan pakaian paling lusuh, menjauh dari kenyamanan rumah dan tempat tidur Anda.
Tempatkan diri Anda berhadap-hadapan dengan nafsu dan keinginan, lanjut seneca, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini yang dulu saya takuti?”
Penting untuk diingat bahwa ini adalah latihan, dia tidak bermaksud mennyuruh untuk menjadi miskin.
Kenyamanan adalah sebuah bentuk perbudakan yang terburuk karena Anda selalu takut bahwa sesuatu atau seseorang akan mengambil kenyamanan yang Anda miliki.
2.Latih Persepsi untuk Menghindari Yang Baik dan Buruk
The Stoics melakukan latihan yang disebut Membalikkan Hambatan dan rintangan , sehingga sangat rugi jika kita tidak menggunakan seni filsafat ke dalam kehidupan kita.
“Pilih untuk tidak dirugikan maka kamu tidak akan merasa dirugikan. Jangan merasa dirugikan maka Anda belum dirugikan.”
-Marcus Aurelius
Karena jika Anda dapat membalikkan masalah dengan benar, setiap “hal buruk” datang bisa dirubah menjadi sebuah sumber kebaikan baru.
Misalkan sesaat Anda mencoba untuk membantu seseorang dan mereka merespons dengan dengan wajah masam atau tidak senang.
Alih-alih membuat hidup Anda jadi lebih sulit, hal itu akan mengarahkan Anda ke arah kebajikan baru, misalnya, kesabaran atau pengertian.
Atau, ada kematian seseorang yang dekat dengan Anda adalah merupakan kesempatan untuk menunjukkan ketabahan.
Marcus Aurelius menggambarkannya seperti ini:
“Apa yang menghalangi menjadi jalan. ”
Seorang wirausahawan atau entrepreneur adalah mereka memanfaatkan hambatan lalu menciptakan peluang dari hambatan-hambatan yang ada.
Bagi seorang Stoic, semuanya adalah peluang, apa yang dilakukan seorang Stoic adalah mengubah setiap rintangan menjadi peluang.
Tidak ada yang baik atau buruk bagi Stoic yang terlatih, yang ada hanyalah persepsi, kita bisa mengendalikan persepsi.
Ubah persepsi akan hambatan menjadi persepsi sebuah peluang.
3.Ingat, Semuanya Hanya Sementara
Marcus Aurelius menulis kepada dirinya sendiri sebuah pengingat yang sederhana namun efektif untuk membantunya mendapatkan kembali perspektif sehat dan tetap seimbang:
“Lihat daftar orang-orang yang merasakan kemarahan besar pada sesuatu hal, yang paling terkenal, yang paling tidak beruntung, yang paling dibenci, yang paling apa pun. Di mana semuanya sekarang? Asap, debu, legenda … atau bahkan bukan legenda. Pikirkan semua contoh diatas. Dan betapa sepele semua hal yang kita inginkan walau dengan menggebu-gebu. ”
“Alexander yang Agung dan seorang pengemudi bagal yang bekerja untuknya (keturunan silang antara kuda betina dan keledai jantan) keduanya meninggal dan hal yang sama terjadi pada keduanya.”
-Marcus Aurelius
Penting untuk dicatat bahwa ‘hasrat’ di sini bukan seperti yang kita kenal sebagai antusiasme atau peduli tentang sesuatu.
Seperti yang dijelaskan oleh Don Robertson dalam bukunya, ketika para Stoa membahas mengatasi ‘gairah hidup’, yang mereka sebut patheiai, mereka merujuk pada keinginan dan emosi yang tidak rasional, tidak sehat, dan berlebihan.
Kembali ke latihan, sangata sederhana cukup ingat seberapa kecil Anda. Untuk itu, ingat juga betapa kecilnya segala yang ada di dunia.
Ingatlah bahwa prestasi dan pencapaian hanya sesaat, dan bahwa Anda memilikinya hanya sesaat.
Jika semuanya fana, lalu kenapa? Yang terpenting sekarang ini adalah menjadi orang baik dan melakukan hal yang benar, itulah yang penting dan itulah tujuan serang Stoic.
Bukan berarti kita tidak boleh memiliki impian tinggi, malah sangat boleh, namun tetap ingat semua pencapaian kita hanya sementara bersikaplah rendah hati, jujur serta sadar.
Itu adalah sesuatu yang dapat Anda miliki setiap hari dalam hidup Anda.
4.Lihatlah Dari Atas
Marcus sering berlatih sebuah latihan yang disebut sebagai “mengambil pandangan dari atas” atau “pandangan Plato.”
Itu mengajak kita untuk mengambil langkah mundur, memperkecil dan melihat kehidupan dari sudut pandang yang lebih tinggi dari kita sendiri.
“Betapa indah Plato menuliskannya. Kapan pun Anda ingin berbicara tentang manusia atau orang, yang terbaik adalah melihat dari posisi mata seekor burung yang terbang dan melihat semuanya secara menyeluruh – ada pertemuan, angkatan bersenjata, pertanian, pernikahan, perceraian, kelahiran dan kematian, ruang sidang yang bising atau ruang sunyi, orang asing, hari libur, pasar – semuanya dicampur bersama dan diatur berpasangan serta saling berlawanan. “
-Marcus Aurelius
Latihan ini, membayangkan semua orang diluar sana, “tentara, pertanian, pernikahan dan perceraian, kelahiran dan kematian”, meminta kita untuk mengambil perspektif seperti latihan sebelumnya, mengingatkan kita betapa kecilnya kita.
Seperti yang dikatakan oleh sarjana Stoic Pierre Hadot, “Pandangan dari atas mengubah penilaian nilai kita pada hal-hal seperti: kemewahan, kekuasaan, perang … dan kekhawatiran pada kehidupan sehari-hari menjadi konyol dan tak berguna.”
Melihat betapa kecilnya kita dalam skema besar bisa sangat berguna untuk membawa diri kita dengan nyaman dalam kehidupan sehari-hari.
5.Memento Mori: Renungkan Kematianmu
Kutipan dari Seneca di atas mengambil bagian dari Memento Mori – praktik refleksi kuno tentang kematian Socrates, yang mengatakan bahwa praktik filsafat yang tepat adalah “tidak ada hal lain melainkan sekarat dan menjadi mati.”
“Mari kita siapkan pikiran kita seolah-olah kita sampai pada akhir kehidupan. Mari kita tunda segala sesuatu. Mari kita seimbangkan buku kehidupan tiap harinya … Orang yang memberikan sentuhan akhir pada kehidupan mereka tiap harinya tidak akan pernah kekurangan waktu. ”
-Seneca
Dalam bukunya yang berjudul Meditaions, Marcus Aurelius menulis bahwa, “Anda dapat meninggalkan kehidupan sekarang. Biarkan itu menentukan apa yang Anda lakukan dan katakan dan pikirkan. ” Itu adalah pengingat pribadi untuk terus menjalani kehidupan yang bermoral sekarang.
Dengan latihan merenungkan kematian kita sendiri di harapkan kita akan dapat menghargai tiap waktu yang kita jalani, tidak mengisi waktu dengan hal yang sia-sia.
6.”Apakah Ini Dalam Kendali Saya?”
Satu-satunya praktik terpenting dalam filosofi Stoic adalah membedakan antara apa yang bisa kita ubah dan apa yang tidak bisa kita ubah, apa yang dapat kita pengaruhi dan apa yang tidak.
- Sebuah penerbangan tertunda karena cuaca buruk, tentu percuma jika kita marah-marah ke maskapai penerbangan.
- Seberapa besarpun keinginan Anda agar memiliki postur tubuh lebih tinggi atau lebih pendek atau keinginan lahir di negara lain.
- Tidak peduli seberapa keras Anda mencoba, Anda juga tidak dapat membuat orang selalu mengikuti kemauan Anda.
Dan sadarkah kita berapa banyak waktu yang terbuang dengan hal-hal seperti ini, kenapa tidak mengalihkan waktu kita yang berharga untuk fokus kepada hal-hal yang bisa kita rubah.
“Tugas utama dalam hidup hanyalah ini: untuk mengenali dan memisahkan berbagai hal yang terjadi sehingga saya dapat mengatakan dengan jelas kepada diri sendiri mana yang bersifat eksternal yang tidak berada di bawah kendali saya, dan harus melakukan apa dengan sesuatu berada di bawah kendali saya. Di mana kemudian saya mencari yang mana yang baik dan yang jahat? Bukan berfokus pada eksternal yang tidak terkendali, melainkan fokus di dalam diri sendiri dan pada pilihan-pilhan yang saya punya … “
-Epictetus
Selalu ingatkan pada diri kita tiap harinya, tiap kondisi dan kejadian, Jika kita dapat fokus untuk memperjelas bagian mana dari hari Anda yang berada dalam kendali Anda dan bagian mana yang tidak, Anda tidak hanya akan menjadi lebih bahagia bahkan Anda akan memiliki keuntungan yang lebih dari orang lain yang sering gagal menyadari bahwa mereka sedang berjuang dalam pertempuran yang tidak dapat dimenangkan.
7.Jurnal
Epictetus si budak. Marcus Aurelius sang kaisar. Seneca seorang makelar kekuasaan dan seorang penulis naskah. Ketiga pria yang sangat berbeda ini menjalani kehidupan yang sangat berbeda, tetapi mereka tampaknya memiliki satu kesamaan: Menulis jurnal.
Adalah Epictetus yang akan memperingatkan siswa-siswanya bahwa filsafat adalah sesuatu yang harus mereka “tulis hari demi hari,” bahwa tulisan ini adalah sebuah latihan mereka tentang bagaimana “harus melatih diri mereka sendiri.”
Waktu favorit Seneca untuk menulis jurnal adalah di malam hari, ketika kegelapan telah turun dan istrinya telah tertidur, dia menjelaskan kepada seorang teman, “Saya memeriksa sepanjang hari saya dan mengingat kembali apa yang telah saya lakukan dan katakan, tidak menyembunyikan apa pun dari diri saya, tidak melewatkan apa pun.”
Kemudian dia pergi tidur, menemukan bahwa setelah menulis jurnal tentang diri secara utuhnya di hari itu membuat tidurnya menjadi berkualitas.
Dan Marcus, dia adalah jurnalis yang paling luar biasa, dan kita cukup beruntung bahwa tulisannya bertahan hingga sekarang, salah satunya berjudul, Τὰ εἰς ἑαυτόν, Ta eis heauton, atau “untuk dirinya sendiri.”
Dalam Stoicism seni menulis jurnal lebih dari sekadar buku harian sederhana, praktek harian ini juga merupakan sebuah filosofi.
Mempersiapkan hari ke depan, berkaca pada hari yang telah berlalu. Mengingatkan diri kita tentang kebijaksanaan yang telah kita pelajari dari para guru kita, dari bacaan kita, dari pengalaman kita sendiri tiap harinya.
Tidak cukup satu kali agara memahami segala sesuatu, sebagai gantinya, seseorang melatihnya berulang-ulang, juga dalam pikiran, dan yang paling penting, menuliskannya dan merasakannya mengalir melalui jari-jari mereka.
Dalam hal ini, menulis jurnal adalah bagian dari Stoicism.
8.Berlatih Visualisasi Negatif
Premeditatio malorum adalah sebuah latihan ketabahan untuk membayangkan hal-hal yang bisa salah atau diambil dari kita.
Ini membantu kita mempersiapkan diri menghadapi sebuah cobaan hidup yang tak terhindarkan.
Kita tidak selalu mendapatkan apa yang menjadi hak kita, meskipun kita layak mendapatkannya.
Secara psikologis, kita harus mempersiapkan diri kita sebelum ini terjadi, ini adalah salah satu latihan paling kuat dalam stoic untuk membangun ketahanan dan kekuatan.
Seneca, misalnya, akan mulai dengan meninjau atau melatih rencananya, katakanlah, untuk melakukan perjalanan.
Dan kemudian, di kepalanya (atau dalam penjurnalan seperti yang kami katakan di atas), dia akan membahas hal-hal yang bisa salah atau mencegahnya agar tidak terjadi — badai bisa timbul, kapten bisa jatuh sakit, kapal bisa diserang oleh bajak laut .
“Tidak ada yang terjadi pada orang bijak yang menentang harapannya,” tulisnya kepada seorang teman. “. . . juga tidak semua hal berubah seperti yang dia inginkan melainkan seperti yang dia perkirakan — dan di atas semua itu dia memperhitungkan bahwa ada sesuatu yang bisa menghalangi rencananya. ”
Dengan melakukan latihan ini, Seneca selalu siap untuk gangguan dan selalu memasukkan gangguan itu ke dalam rencananya. Dia sudah siap untuk kalah atau menang.
9.Amor Fati: Cintai Segala Sesuatu Yang Terjadi
Kaum Stoa tidak hanya akrab dengan sikap ini tetapi mereka juga hidup dengan ini.
Dua ribu tahun yang lalu, menulis dalam jurnal pribadinya yang kemudian dikenal sebagai sebuah buku yang berjudul “Meditations”, Kaisar Marcus Aurelius akan berkata: “Api yang berkobar membuat percikan api dan mengeluarkan kecerahan dari segala sesuatu yang dilemparkan ke dalamnya.”
Stoic lain, Epictetus, yang sebagai seorang budak menderita kelumpuhan telah menghadapi kesulitan demi kesulitan, menyuarakan hal yang sama: “Jangan berharap sesuatu terjadi seperti yang Anda inginkan, melainkan berharap apa yang terjadi memang itulah yang seharusnya terjadi: maka Anda akan bahagia. “
Itulah sebabnya amor fati adalah latihan dan pola pikir sabar yang Anda gunakan untuk mendapatkan yang terbaik dari apa pun yang terjadi.
Memperlakukan setiap saat — tidak peduli betapa sulitnya — sebagai sesuatu yang harus dipeluk, bukan dihindari.
Bukan hanya bersikap baik saja, melainkan menyukainya dan merasa baik akan hal itu. Sehingga seperti oksigen ke api, hambatan dan kesulitan menjadi bahan bakar untuk potensi diri Anda.
Stoicism Sangat Ideal untuk Dunia Nyata
Para stoic menulis dengan jujur, sering dengan mengkritik diri sendiri, tentang bagaimana mereka bisa menjadi orang yang lebih baik, lebih bahagia, dan bagaimana menghapai masalah mereka.
Anda dapat melihat bagaimana mempraktikkan latihan kesengsaraan membuat Anda lebih kuat dalam menghadapi kesulitan, bagaimana membalik sebuah rintangan secara terbalik mengubah masalah menjadi peluang, dan bagaimana mengingat betapa kecilnya diri Anda, membuat ego Anda tetap terkendali.
Pada akhirnya, itulah Stoicism. Ini bukan diskusi sistematis tentang mengapa atau bagaimana dunia ada.
Ini adalah serangkaian pengingat, tips dan bantuan untuk menjalani kehidupan yang baik.
Stoicism, seperti yang diingatkan Marcus sendiri, bukanlah seorang Instruktur yang hebat tetapi seperti balsem, sebuah salep yang mengobati luka di mana pun kita mungkin memilikinya.
Epictetus sangat tepat ketika dia mengatakan bahwa “hidup itu keras, brutal, menghukum, mempersempit, dan mengurung, sebuah bisnis yang mematikan.”
Kita harus mengambil bantuan apa pun yang bisa kita dapatkan, dan kebetulan saja bantuan itu datang dari diri kita sendiri.
Referensi
- Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stoicism. https://plato.stanford.edu/entries/stoicism/
- Daily Stoic. What Is Stoicism? A Definition & 9 Stoic Exercises To Get You Started. https://dailystoic.com/what-is-stoicism-a-definition-3-stoic-exercises-to-get-you-started/
- Dictionary.com. Stoic. https://www.dictionary.com/browse/stoic